Pemerintah Lindungi Generasi Muda Dari Judi Daring Melalui Regulasi Terpadu

Oleh: Yudi Kurniawan

Pemerintah terus menunjukkan komitmennya dalam melindungi anak-anak dan remaja dari bahaya judi daring yang kini semakin mengancam ruang digital. Melalui pendekatan regulatif dan kerja sama antarlembaga, upaya perlindungan terhadap kelompok rentan ini dijalankan secara terstruktur dan terarah.

Salah satu langkah konkret yang telah diambil adalah diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak atau dikenal dengan PP Tunas. Regulasi ini tidak hanya mengatur dari sisi teknologi, tetapi juga memperkuat peran keluarga, khususnya orang tua, dalam pengawasan aktivitas digital anak. Pemerintah menilai pengawasan orang tua sangat penting dalam memutus akses anak terhadap konten berbahaya, termasuk judi daring.

Direktur Pengawasan Sertifikasi dan Transaksi Elektronik Kementerian Komunikasi dan Digital, Teguh Arifiyadi, menyampaikan bahwa saat ini mayoritas platform situs judi daring tidak memiliki sistem verifikasi usia. Kondisi ini memungkinkan anak-anak mengaksesnya dengan mudah tanpa penyaringan apa pun. Ia menilai kondisi tersebut telah menyebabkan puluhan ribu anak dan remaja ikut terjerumus ke dalam aktivitas perjudian daring, yang bisa berdampak pada perkembangan psikologis maupun masa depan mereka.

Fenomena ini diperparah oleh fakta bahwa judi daring saat ini semakin terjangkau secara finansial. Teguh mencatat bahwa dengan modal sangat kecil, bahkan hanya beberapa ratus rupiah, seseorang sudah bisa mulai bermain. Ini menjadikan kelompok menengah ke bawah, termasuk anak-anak dari keluarga dengan pengawasan terbatas, sebagai target empuk praktik perjudian digital. PP Tunas diharapkan menjadi instrumen penting untuk menekan paparan tersebut melalui penguatan sistem elektronik yang berpihak pada perlindungan anak.

Pemerintah juga menekankan bahwa regulasi ini bukan hanya tanggung jawab penyelenggara sistem elektronik, tetapi juga menjadi panggilan moral bagi seluruh elemen masyarakat. Keterlibatan aktif keluarga, lembaga pendidikan, dan komunitas digital menjadi bagian tak terpisahkan dari skema perlindungan jangka panjang. Dengan literasi digital yang memadai dan budaya pengawasan yang sehat, anak-anak dapat dibekali kemampuan untuk menyaring informasi serta menghindari jebakan konten berisiko.

Di sisi lain, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan juga mendorong penyusunan Peraturan Pemerintah tentang Pemberantasan Judi Online agar dapat memperkuat perlindungan terhadap anak-anak yang telah menjadi korban.

Deputi bidang koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, menyampaikan bahwa dampak judi daring terhadap anak tidak hanya bersifat finansial, tetapi juga psikologis. Ia menilai bahwa praktik ini dapat menimbulkan kecanduan dan mendorong perilaku menyimpang, termasuk mencuri uang keluarga atau terjerat pinjaman online sebagai upaya untuk terus bermain.

Pemerintah menilai bahwa perlindungan tidak hanya berhenti pada pemutusan akses terhadap platform perjudian, tetapi juga harus mencakup rehabilitasi bagi para korban. Anak dan remaja yang telah terpapar memerlukan pendampingan psikologis dan dukungan pemulihan agar tidak kembali mengulangi perilaku tersebut. Dalam hal ini, Woro menekankan pentingnya keterlibatan lembaga-lembaga negara dalam penyediaan layanan pemulihan yang layak.

Langkah serupa juga tengah diupayakan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui proses harmonisasi regulasi yang sedang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan.

Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menyampaikan bahwa pemerintah sedang memfinalisasi Peraturan Pemerintah tentang Pemberantasan Judi Online yang akan menguatkan pendekatan pencegahan maupun penindakan secara maksimal. Dalam pernyataannya, Supratman menyebutkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah meminta seluruh kementerian dan lembaga terkait untuk bergerak cepat dalam merampungkan regulasi ini.

Upaya pemerintah dalam menyusun regulasi ini juga bertujuan agar penindakan terhadap pelaku tidak menempatkan korban dalam posisi terpinggirkan. Pendekatan keadilan restoratif mulai menjadi perhatian dalam kebijakan publik, di mana korban judi daring — termasuk anak-anak — tidak hanya dipandang sebagai pelanggar, melainkan sebagai individu yang perlu dilindungi dan dipulihkan.

Pemerintah menyadari bahwa tantangan utama dalam menangani isu ini adalah kecepatan adaptasi pelaku judi daring yang terus mencari celah baru untuk menghindari pemblokiran. Oleh karena itu, respons kebijakan perlu mengedepankan pendekatan komprehensif yang melibatkan pengawasan teknologi, edukasi publik, serta penguatan peran keluarga dan lembaga pendidikan.

Melalui PP Tunas dan rancangan PP Pemberantasan Judol, pemerintah tengah membangun kerangka hukum yang dapat menyasar langsung akar permasalahan. Perlindungan anak dari bahaya judi online tidak dipandang sebagai tanggung jawab satu instansi semata, melainkan sebagai tugas kolektif yang harus diemban seluruh elemen bangsa. Dengan memperkuat sistem perlindungan, membangun literasi digital, dan menghadirkan intervensi psikososial yang tepat bagi korban, diharapkan ruang digital dapat menjadi tempat yang aman dan positif bagi generasi muda.

Upaya terpadu ini mencerminkan keberpihakan negara terhadap anak sebagai kelompok yang perlu diberi perhatian khusus. Pemerintah mendorong agar masyarakat juga ikut berperan aktif dalam melaporkan konten berbahaya serta memberikan pendampingan yang tepat kepada anak-anak di lingkungan masing-masing. Dalam jangka panjang, perlindungan yang kuat terhadap anak dari eksposur judi daring diharapkan menjadi pondasi dalam mewujudkan ekosistem digital nasional yang sehat, inklusif, dan berdaya tahan tinggi terhadap kejahatan berbasis teknologi.

)* Pengamat Kebijakan Publik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *