Mari Bersama Jaga Keharmonisan Bangsa Melalui Semangat Asta Cita

Oleh : Ridwan Alamsyah )*

Menjaga keharmonisan bangsa tentunya harus menjadi prioritas dalam setiap langkah pembangunan. Lantaran sangat pentingnya hal tersebut, Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto telah menegaskan bagaimana komitmen kuat untuk menjadikan Asta Cita sebagai fondasi utama dalam memperkuat persatuan nasional.

Delapan misi besar tersebut bukan hanya menjadi sekadar visi politik saja, melainkan merupakan peta jalan menuju Indonesia yang adil, makmur, dan damai. Dalam konteks kebangsaan, semangat Asta Cita menjadi instrumen penting untuk menyatukan keragaman dan membangun harmoni sosial yang kokoh.

Presiden Prabowo Subianto menegaskan pentingnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Ia menekankan bahwa setiap kebijakan disusun untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, termasuk kelompok yang kecil dan tertinggal.

Menurutnya, aspirasi masyarakat harus selalu disuarakan dengan cara damai, tanpa kekerasan, tanpa kerusuhan, serta tanpa perbuatan yang merugikan fasilitas umum. Pesan tersebut memperlihatkan tekad Presiden agar semangat kebersamaan terus dijaga di tengah perbedaan. Ajakan itu sejalan dengan salah satu pilar Asta Cita yang menekankan pentingnya memperkuat kehidupan harmonis dan toleran sebagai modal bangsa menuju kemajuan.

Menteri Agama Nasarudin Umar menekankan bahwa penguatan harmoni kebangsaan dapat diwujudkan melalui pengembangan program strategis di sektor keagamaan. Ia menjelaskan bahwa Kementerian Agama telah merumuskan delapan program prioritas yang dikenal dengan Asta Protas, selaras dengan Asta Cita Presiden.

Fokus utamanya ialah pelayanan keagamaan yang inklusif, pemberdayaan ekonomi umat, serta penguatan pesantren. Salah satu terobosan penting adalah pengembangan Kurikulum Cinta yang menekankan moderasi beragama dan penghormatan terhadap keberagaman.

Melalui kurikulum tersebut, pendidikan agama diarahkan tidak hanya untuk memperkuat aspek spiritual, tetapi juga menumbuhkan kesadaran toleransi. Langkah ini menjadi relevan karena toleransi adalah fondasi utama dalam menjaga keharmonisan bangsa.

Nasarudin juga menyoroti pentingnya mengembangkan teologi ekologi, sebuah gagasan yang menyeimbangkan relasi antara manusia, Tuhan, dan alam. Pendekatan itu dihadirkan untuk menjawab tantangan global sekaligus mempertegas komitmen Indonesia terhadap pembangunan berkelanjutan.

Menurutnya, menjaga keharmonisan bangsa tidak bisa dilepaskan dari keharmonisan dengan alam. Program ini mencerminkan semangat Asta Cita yang menempatkan lingkungan hidup sebagai bagian integral dari misi besar nasional.

Wakil Menteri Transmigrasi Viva Yoga Mauladi melihat Asta Cita sebagai pedoman dalam pemerataan pembangunan. Ia menjelaskan bahwa pembangunan kawasan transmigrasi menjadi instrumen penting dalam menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi sekaligus memperkuat integrasi bangsa.

Program transmigrasi, menurutnya, tidak hanya sekadar memindahkan penduduk, tetapi menghadirkan solusi atas ketimpangan pembangunan. Kawasan transmigrasi kini berkembang menjadi lumbung pangan nasional, sekaligus ruang interaksi sosial yang memperkuat persaudaraan lintas suku dan budaya. Akulturasi yang lahir dari interaksi tersebut menciptakan jembatan persatuan, mempertegas bahwa keharmonisan dapat tumbuh melalui kebijakan pembangunan yang inklusif.

Viva Yoga menekankan pula bahwa transmigrasi mampu mempererat rasa kebangsaan melalui pernikahan antar suku dan adat. Fenomena tersebut menggambarkan wujud nyata persatuan dalam keberagaman.

Ia menambahkan bahwa pemerintah daerah memiliki peran penting dalam mengoptimalkan kawasan transmigrasi agar berdaya saing tinggi. Dengan inovasi daerah, kawasan transmigrasi dapat menyerap tenaga kerja, meningkatkan produktivitas, dan menghadirkan kesejahteraan bagi masyarakat luas.

Keharmonisan bangsa memang menjadi roh utama dari Asta Cita. Delapan misi pembangunan nasional tersebut tidak hanya membicarakan aspek ekonomi dan politik, tetapi juga menekankan harmoni sosial sebagai pilar penting.

Upaya memperkokoh Pancasila, demokrasi, dan hak asasi manusia merupakan bagian awal yang mempertegas pentingnya persatuan dalam keberagaman. Penekanan pada pembangunan desa, hilirisasi industri, hingga reformasi birokrasi semuanya diarahkan agar setiap warga negara merasakan keadilan sosial yang nyata.

Semangat Asta Cita menegaskan bahwa keharmonisan bangsa bukanlah konsep abstrak, melainkan langkah konkret yang harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Menghormati perbedaan keyakinan, mengapresiasi budaya lokal, hingga membangun solidaritas sosial menjadi bagian dari implementasi nyata.

Toleransi tidak cukup sekadar slogan, melainkan harus diwujudkan melalui tindakan seperti menghargai perayaan keagamaan, menggunakan bahasa yang santun, serta aktif dalam kegiatan sosial lintas komunitas.

Kebersamaan yang terbangun di tengah keragaman Indonesia adalah modal besar dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045. Asta Cita memberikan kerangka agar kebersamaan tersebut tidak sekadar retorika, melainkan terwujud dalam bentuk pembangunan yang inklusif.

Pemerintah telah menegaskan tekadnya, dan masyarakat diajak untuk menjadikan keharmonisan sebagai sikap kolektif. Menolak provokasi, menghindari ujaran kebencian, serta membangun komunikasi yang santun adalah langkah sederhana namun strategis dalam menjaga stabilitas bangsa.

Bangsa yang majemuk seperti Indonesia membutuhkan fondasi moral dan politik yang kokoh agar tidak terpecah oleh perbedaan. Asta Cita memberikan arah yang jelas untuk memperkuat persatuan sekaligus memastikan kesejahteraan. Semangat tersebut harus terus dijaga agar Indonesia tidak hanya tumbuh sebagai negara kuat, tetapi juga sebagai bangsa yang hidup damai, harmonis, dan berdaulat.

Pada akhirnya, menjaga keharmonisan bangsa melalui semangat Asta Cita bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi menjadi ajakan bagi seluruh pihak untuk merawat persaudaraan. Persatuan, toleransi, dan solidaritas adalah energi bersama yang akan mengantarkan Indonesia menuju masa depan yang lebih cerah dan bermartabat. (*)

)* Penulis adalah kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *