Pemerintah Tanggap Lindungi Pekerja Hotel, Antisipasi PHK Sejak Dini

Oleh : Kurnia Dewanto )*

Pemerintah kini mengambil peran lebih aktif dalam menanggulangi ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang menjadi perhatian serius di sektor perhotelan di berbagai wilayah, terutama di Jakarta. Situasi ini menuntut langkah cepat dan terukur karena dampaknya tidak hanya terhadap kelangsungan bisnis hotel, tetapi juga terhadap nasib ribuan tenaga kerja yang menggantungkan hidup pada industri ini.

Dalam kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, pemerintah tidak tinggal diam. Berbagai inisiatif digerakkan, salah satunya melalui Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung yang memilih strategi memperbanyak event berskala besar maupun kecil di berbagai titik kota sebagai bentuk intervensi langsung. Tujuannya jelas, yaitu untuk meningkatkan okupansi hotel agar para pelaku usaha tidak terpaksa merumahkan karyawannya.

Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menyoroti komitmen serius pemerintah provinsi dalam menghadapi ancaman PHK di sektor perhotelan. Salah satu langkah yang telah ditempuh adalah menjalin koordinasi dengan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), yang kemudian ditindaklanjuti dengan penguatan agenda kegiatan strategis guna meningkatkan arus kunjungan wisatawan ke Ibu Kota. Menurut Pramono, penyelenggaraan event seperti lomba lari, konser musik, hingga festival seni bukan hanya meningkatkan traffic pengunjung, tetapi juga memperpanjang lama tinggal para wisatawan, yang secara langsung menyokong bisnis perhotelan.

Data dan pengamatan menunjukkan bahwa Jakarta telah menjadi tuan rumah bagi sejumlah kegiatan besar selama bulan Juni, mulai dari tiga hingga empat event olahraga hingga pertunjukan musik berskala nasional seperti Soundfest. Dinamika ini membawa efek positif terhadap keberlangsungan bisnis perhotelan, mengingat sektor tersebut sangat bergantung pada tingkat okupansi yang stabil.

Langkah-langkah yang diambil Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga sejalan dengan kebijakan Pemerintah Pusat yang mulai melonggarkan beberapa pembatasan dan efisiensi anggaran. Kondisi ini membuka peluang pemulihan bagi para pelaku usaha perhotelan yang sebelumnya tertekan. Pramono menilai adanya surplus pada April 2025 sebagai pertanda positif bahwa kebijakan pemerintah mulai menunjukkan hasil, dan ia menyampaikan komitmen penuh untuk terus mendukung langkah-langkah tersebut.

Dukungan terhadap strategi Pemprov DKI juga datang dari Ketua DPD PHRI Jakarta, Sutrisno Iwantono, yang menyoroti pentingnya pemerataan pelaksanaan event di seluruh wilayah Jakarta, termasuk pusat, timur, barat, dan selatan. Menurut Sutrisno, peningkatan arus kunjungan di setiap wilayah akan menciptakan permintaan yang lebih luas terhadap jasa penginapan, sehingga memperkecil potensi PHK.

Meski demikian, ancaman PHK masih menjadi tantangan. Sutrisno mengungkapkan bahwa saat ini, beberapa hotel terpaksa mengurangi jumlah tenaga kerja karena okupansi yang rendah. Sekitar 10 hingga 30 persen karyawan di sektor ini sudah terdampak, tergantung pada kondisi masing-masing hotel. Ketika tingkat hunian hanya mencapai 40 persen, kebutuhan tenaga kerja pun otomatis berkurang.

Penurunan daya beli masyarakat menjadi salah satu faktor utama yang disebut Sutrisno sebagai penyebab melemahnya sektor ini. Di sisi lain, kebijakan efisiensi belanja pemerintah juga menambah tekanan. Seiring berkurangnya kegiatan rapat atau konferensi yang biasanya dilaksanakan di hotel, pendapatan bisnis ini pun menurun. Ia mengusulkan agar pungutan seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bisa ditinjau ulang agar beban operasional tidak semakin berat.

Sementara itu, Komisi VII DPR RI turut menyatakan keprihatinan terhadap ancaman PHK di sektor perhotelan dan restoran. Siti Erma Mukaromah, anggota Komisi VII, menyatakan bahwa DPR telah menerima laporan-laporan yang menunjukkan tren penurunan bisnis di sektor ini, yang dapat mengarah pada PHK massal jika tidak segera ditangani secara sistematis.

Menurutnya, masalah ini dipicu oleh berbagai variabel mulai dari ketidakpastian ekonomi global, tingginya inflasi, dan daya beli masyarakat yang menurun, hingga disrupsi teknologi yang mengubah pola konsumsi masyarakat. Pemerintah terus beradaptasi dan memfasilitasi transformasi digital di sektor pariwisata agar mampu menjawab tantangan ini. Penghematan anggaran yang diterapkan baik oleh sektor swasta maupun instansi pemerintah turut berkontribusi terhadap menurunnya tingkat okupansi hotel. Dalam situasi semacam ini, ia menekankan pentingnya penerapan strategi berkelanjutan dalam jangka panjang. Komisi VII saat ini sedang membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Kepariwisataan yang diharapkan mampu merevitalisasi keseluruhan ekosistem pariwisata nasional.

Ia menyebutkan bahwa pariwisata tidak hanya tentang tempat wisata, tetapi juga melibatkan berbagai sektor terkait seperti akomodasi, restoran, transportasi, hingga kegiatan UMKM dan pelibatan masyarakat lokal. Karena itu, regulasi yang kuat dibutuhkan untuk menghubungkan dan melindungi seluruh komponen dalam ekosistem ini.

Usulan lain dari Erma mencakup program lintas kementerian yang bisa mempermudah transisi pekerja yang terdampak PHK menuju kewirausahaan. Program seperti ini penting untuk memberikan solusi jangka menengah hingga panjang atas efek domino dari lesunya industri perhotelan.

Dalam situasi ekonomi yang menantang seperti sekarang, kolaborasi antara pemerintah daerah, pusat, pelaku industri, dan lembaga legislatif menjadi penentu utama keberhasilan menjaga keberlangsungan sektor perhotelan. Upaya Pramono Anung dalam meningkatkan jumlah event yang bisa mengundang wisatawan ke Jakarta adalah langkah nyata yang harus didukung oleh kebijakan fiskal yang bijak serta regulasi yang berpihak pada pekerja dan pelaku usaha.

Semua pihak diharapkan dapat mengambil peran aktif dalam menghadapi krisis ini. Baik dengan mendukung program-program pemerintah, menciptakan inovasi di sektor pariwisata, maupun mendorong konsumsi domestik yang bisa menstimulasi pergerakan ekonomi. Kini adalah waktu yang tepat untuk menyadari bahwa penyelamatan sektor perhotelan bukan sekadar menyelamatkan bisnis, melainkan juga menyelamatkan mata pencaharian ribuan pekerja yang menggantungkan hidupnya di dalamnya.

)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute

[edRW]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *